Beberapa waktu lalu, Universitas
Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta telah genap memasuki usianya yang
ke-65 tahun. Bertepatan pada tanggal 14 Agustus 1950 silam, melalui Peraturan
Presiden Nomor 34 Tahun 1950 telah
diatur berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kemudian
diresmikan pendiriannya pada tanggal 26 September 1951. PTAIN ini sebelumnya
merupakan fakultas agama dari Universitas Islam Indonesia (UII).
Dimulai
dari penegerian fakultas agama UII menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN) pada tahun 1950, kemudian dirubah menjadi IAIN yang diberi nama
Al-Jami’ah Al-islamiyah Al-hukumiyah pada tahun 1960, hingga pada tahun 1965
IAIN tersebut resmi berganti nama menjadi IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam
perjalanannya, kampus yang merupakan lembaga pendidikan tinggi islam tertua di
Indonesia ini, telah berhasil mentransformasikan diri dari IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta menjadi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2004 silam melalui
Keputusan Presiden no. 50 Tahun 2004.
Diusianya
yang sudah lebih dari setengah abad, tentunya banyak peluang sekaligus
tantangan yang harus dihadapi UIN Sunan Kalijaga mengingat banyaknya perguruan
tinggi yang ada di Indonesia. Dalam situs webometrics yang merupakan situs rangking
universitas di dunia tahun 2016, UIN Sunan Kalijaga menempati peringkat ke-94
dari 474 universitas di Indonesia yang terdata dalam situs tersebut. Jauh jika
dibandingkan dengan tahun 2013 dimana UIN Sunan Kalijaga berhasil menduduki
peringkat ke-54.
Sebagai
perguruan tinggi yang berbasis agama islam, UIN Sunan Kalijaga diharapkan dapat
menjadi perguruan tinggi yang mampu memadukan studi keislaman dengan keilmuan
umum demi menghasilkan sarjana yang tidak hanya unggul dalam bidang IPTEK, tetapi
juga unggul dalam segi religiusitasnya.
Hal
tersebutlah yang menjadi ciri khas dari perguruan tinggi islam jika
dibandingkan dengan perguruan tinggi umum. Disatu sisi, ciri khas tersebut
dapat menjadi peluang perguruan tinggi islam, termasuk UIN Sunan Kalijaga. Akan
tetapi di sisi lain dapat menjadi tantangan tersendiri.
Keunggulan
yang dimiliki oleh UIN Sunan Kalijaga sebagai kampus inklusif dan berpedoman
untuk selalu mengintegrasikan dan menginterkoneksikan kajian ilmu agama dan
ilmu semesta, sudah sejalan dengan deklarasi yang dikeluarkan oleh UNESCO bahwa
fungsi dari perguruan tinggi adalah membantu untuk memahami, menafsirkan,
memelihara, memperkuat, mengembangkan dan menyebarkan budaya-budaya historis
nasional, regional dan internasional dalam pluralisme dan keragaman budaya.
Mengingat
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas masyarakatnya beragama islam, UIN
Sunan Kalijaga dapat berperan aktif dalam membantu mentransformasikan
nilai-nilai islam yang rahmatan lil
‘alamin ke dalam kehidupan akademik maupun di lingkungan mahasiswa. Selain
itu, inklusifitas yang dimilikinya juga dapat berperan aktif dalam menjaga
keharmonisan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sarat dengan
keanekaragamannya. Bukan hanya keanekaragaman suku dan ras saja, tetapi UIN
Sunan Kalijaga juga menerima mahasiswa yang memiliki kemampuan berbeda atau
yang sering disebut dengan disabilitas.
Seiring
dengan peluang yang dimiliki, UIN Sunan Kalijaga juga dihadapkan dengan
tantangan yang besar terlebih dalam hal dunia kerja. Output perguruan tinggi
ini harus mampu berdaya saing dengan output dari universitas lain terutama yang
berasal dari universitas umum. Tidak bisa dipungkiri bahwa branding perguruan
tinggi sangat berpengaruh dalam dunia pasar. Apalagi saat ini Indonesia sudah
memasuki era perdagangan internasional dan tergabung dalam Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) yang menuntut masyarakat untuk mampu bersaing tidak hanya di dalam,
namun juga di luar negeri.
Oleh
karena itu, UIN Sunan Kalijaga harus terus meningkatkan mutu keilmuan dan selalu berinovasi supaya dapat mencetak
sarjana yang tidak hanya unggul di bidang IPTEK serta ilmu keislaman saja, akan
tetapi juga yang memiliki daya tawar tinggi terhadap persingan dunia kerja.
*Eka Rafika Santi (14210001)