Rabu, 07 September 2016

Popularitas bukan Prioritas

Dewasa ini, kita hidup di era dimana popularitas seakan-akan menjadi tujuan utama. Banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi yang paling terkenal seiring dengan makin berkembangnya media sosial seperti instagram, path, line, twitter, dan lain sebagainya. Maka, tak heran jika banyak yang melakukan segala upaya untuk dapat menunjukkan eksistensinya di berbagai media sosial.

Setiap individu memang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan diri. Bagaimana ia dapat menyalurkan bakat dan hobi yang ada dalam dirinya, termasuk diantaranya hobi mengejar popularitas di media sosial. Jika dikembalikan kepada hak asasi yang dimiliki oleh masing-masing individu, maka hal tersebut memang tidak ada salahnya.

Akan tetapi, muncul pertanyaan yang sedikit mengusik dalam benakku. Apakah upaya mengejar popularitas tersebut termasuk salah satu bentuk kebebasan? Atau justru tuntutan otoritas semata?

Sering kali kita melakukan berbagai hal yang sebenarnya jauh dari keinginan pribadi. Kita hanya tunduk dan patuh terhadap otoritas yang dengan seenaknya mengidentifikasikan identitas kita. Padahal tidak ada jaminan bahwa popularitas yang kita capai di media sosial merubah kita menjadi “somebody”.

Akan tetapi, idiom “if you are not in internet, you are nobody” seolah sudah merasuki batas kesadaran individu tentang kepercayaan diri. Kita menjadi sangat tergantung dengan pengakuan-pengakuan masyarakat yang membuat kita tidak lagi mengenali diri sendiri. Kita bukan siapa-siapa jika followers instagram kita hanya sekian ratus saja, misalnya.

Maka, aku ingin memastikan. Jika upaya mengejar popularitas merupakan salah satu bentuk kebebasan, apakah benar kebebasan berarti mengikuti apa yang diinginkan orang lain terhadap diri kita? Tentunya kita harus berfikir kembali bukan? -Popularitas bukanlah prioritas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar