Senin, 08 Februari 2016

Wayang, yang Tersirat dan Tersurat

     Wayang adalah salah satu seni drama tradisional Jawa yang usianya tergolong sangat tua. Diperkirakan kesenian ini sudah ada sejak abad ke-10 M. Wayang mengandung banyak pesan moral kepada manusia. Kisah yang diceritakan dalam wayang merupakan kisah seputar kehidupan manusia pada umumnya, dimana terdapat tokoh-tokoh yang baik dan juga tokoh-tokoh yang jahat. Kisah yang dibawakan dalam kesenian wayang berbeda-beda tergantung jenis wayangnya. Menurut Koentjaraningrat, wayang yang paling terkenal dan disukai oleh sebagian besar masyarakat Jawa adalah ringgit purwa. Ringgit purwa tersebut menceritakan tentang kisah-kisah yang diambil dari Serat Rama, yaitu kisah Ramayana dan Bratayudha. Ada lagi yang namanya ringgit gedhog yang mengambil cerita dari epos Panji yang berasal dari daerah Asia Tenggara. Selain itu, ada pula yang disebut dengan ringgit golek, ringgit klithik, dan masih banyak lagi.
     Selain dapat menjadi hiburan, wayang juga dapat menjadi sebuah pitutur luhur bagi masyarakat Jawa. Karena kisah-kisah yang diceritakan penuh dengan nilai-nilai kehidupan, baik secara tersirat maupun tersurat. Nilai-nilai yang tersurat dalam kesenian wayang dapat kita peroleh melalui kisah yang diceritakan oleh sang dhalang. Seperti misalnya yang terdapat dalam kisah Ramayana. Kisah tersebut salah satunya mengajarkan manusia untuk selalu memegang teguh kepercayaan. Rama yang merupakan seorang raja harus menyesali perbuatannya karena telah meragukan kesetiaan Dewi Shinta, istrinya. Shinta yang cantik jelita diceritakan telah dicuri oleh raksasa jahat yang bernama Rahwana. Hasutan demi hasutan yang mengatakan bahwa Shinta telah berhasil disetubuhi Rahwana perlahan terdengar sampai ke telinga Rama. Shinta sudah berulangkali mencoba meyakinkan Rama bahwa ia masih tetap suci dan selalu setia kepada Rama. Namun, Rama tetap tidak percaya dan meminta Shinta untuk membuktikan kebenaran perkataannya melalui cara-cara yang tidak masuk akal, seperti melewati api suci. Benar saja, Shinta berhasil melewati api suci tanpa setitik pun dari tubuhnya terbakar. Akan tetapi, lagi-lagi hasutan datang dan Rama kembali meragukan Shinta. Sehingga pada akhirnya, Shinta dengan tegas mengatakan kepada Rama dengan disaksikan oleh seluruh rakyatnya bahwa ia berasal dari bumi dan akan kembali kepada bumi. Jika ia telah berkata jujur, maka bumi yang baik akan menerimanya dengan baik. Namun, jika ia tidak berkata jujur, maka bumi yang baik akan menolaknya dengan keras. Dan ternyata, bumi menerima Shinta dengan baik. Shinta terkubur dan kembali ke perut bumi disertai dengan penyesalan Rama. Itu adalah salah satu nilai atau amanah yang dapat kita ambil dari kisah pewayangan.
     Sedangkan nilai-nilai yang tersirat dapat kita peroleh melalui memahami arti filosofis dari alat-alat yang digunakan. Jika kita melihat bentuk wayang secara dekat, maka kita akan takjub dengan bentuknya yang indah. Wayang tersebut dibuat dari kulit yang ditatah sedemikian rupa, sehingga berbeda dari tokoh yang satu dengan tokoh yang lainnya. Ditambah lagi dengan paduan warna yang sesuai. Wayang terdiri dari beragam ukuran dari yang terbesar hingga yang terkecil, serta dari beragam watak manusia dari yang paling baik hingga yang paling jahat. Biasanya tokoh wayang jahat bentuk wajahnya menyeramkan dan diidentikkan dengan mukanya yang merah.
     Namun, coba kita perhatikan disetiap pagelaran wayang. Wayang-wayang yang siap dimainkan diletakkan berjejer di depan layar, agak lebih tinggi dari kepala dhalang. Dan di dekat layar dipasangkan sebuah lampu minyak yang digunakan untuk membuat bayangan dari tokoh-tokoh wayang di balik layar. Sehingga bayangan tersebut dapat dinikmati oleh para pengunjung. Jadi, singkatnya yang diperlihatkan atau yang disaksikan ketika melihat wayang adalah bayangannya.
     Dari situ dapat kita peroleh sebuah pelajaran, bahwa manusia hidup di dunia, berhubungan dengan sesama, yang seharusnya dilihat adalah solah bawa atau tingkah lakunya. Masalah fisik, pakaian, gelar, itu tidak berarti apa-apa. Wayang terukir bagus, namun yang diperlihatkan darinya hanyalah bayangan yang merupakan tingkah lakunya. Maka ukiran yang terdapat padanya tidaklah berarti jika tingkah lakunya buruk.
     Keistimewaan lain yang dimiliki kesenian yang satu ini adalah kehebatannya menyatukan masyarakat pada zaman dahulu. Bahkan ada  yang menyebutkan bahwa wayang termasuk suatu "compelling religious mythology", yang menyatukan masyarakat Jawa secara menyeluruh. Secara horisontal meliputi seluruh daerah geografis di Jawa, dan secara vertikal meliputi semua golongan sosial masyarakat Jawa. (Anderson 1965: 5). Ketika kesenian wayang digelar dalam suatu tempat, maka masyarakat Jawa pada zaman dahulu berbondong-bondong untuk menyaksikannya bersama-sama. Tidak peduli apakah ia dari golongan priyayi atau rakyat biasa, mereka bersama-sama menikmati kesenian wayang hingga subuh menjelang.


Wallahua'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar