Judul :
Pengakuan Pariyem (Dunia Batin Wanita Jawa)
Bentuk :
Novel Prosa Lirik
Penulis :
Linus Suryadi Ag.
Penerbit :
Pustaka Pelajar
Tahun terbit :
Cetakan keenam 2002
Jumlah Halaman : 325
Halaman
Potret
Kehidupan di Lingkungan Priyayi Jawa
Pariyem adalah seorang babu yang
mengabdi di nDalem Suryamentaraman Ngayogyakarta, dengan nDoro Kanjeng Cokro
Sentono sebagai majikannya. Pariyem sendiri berasal dari Wonosari Gunung Kidul,
sebuah daerah yang berada di sebelah selatan Kota Yogyakarta. Pariyem digambarkan
sebagai wanita Jawa yang lugu, nrimo ing
pandum (menerima apa adanya), namun juga udik. Hal tersebut tidaklah aneh,
selain karena ia tidak tamat SD, ia merupakan seorang penganut agama Katolik
Kejawen yang sarat dengan budaya Jawa.
Keluguan Pariyem digambarkan penulis
melalui beberapa pengakuannya yang seolah mengajak Tuhan untuk mengampuni
dosanya dalam perzinaan. Berikut pengakuan Pariyem:
“O,
Allah, Gusti nyuwun ngapura. Kami telah telanjang bulat!. Bibir saya diciumnya,
ciuman pertama dari seorang pria. Penthil saya diremasnya, remasan pertama dari
seorang pria. Dan kuping bawah saya dikulumnya, kuluman pertama dari seorang
pria. O, Allah, gelinya luar biasa! Bulu kuduk saya merinding lho”. (Hal.82)
Selain keluguan, pariyem melalui
pengakuannya juga sarat dengan sifatnya yang nrimo ing pandum. Kehidupannya sebagai babu tidak membuatnya murka,
bahkan ketika ia harus menjadi selir tanpa pernikahan yang sah. Linus memang
menggambarkan Pariyem sebagai gadis desa yang mudah memikat. Tidak heran jika
anak sang majikan yang bernama Raden Bagus Ario Atmojo jatuh hati kepadanya
hingga keduanya menjalin hubungan asmara diam-diam.
“Kalau
memang sudah nasib saya sebagai babu, apa ta repotnya? Gusti Allah Maha Adil
kok. Saya nrimo ing pandum. Kalau Indonesia krisis babu, bukan hanya krisis BBM
saja, O, Allah, apa nanti jadinya?”. (Hal.29)
“Pariyem
saya. Maria Magdalena Pariyem lengkapnya, “Iyem” panggilan sehari-hainya. Dari
Wonosari Gunung Kidul. Sebagai babu
nDoro Kanjeng Cokro Sentono di nDalem Suryamentaraman Ngayogyakarta,
kini merawani putra sulungnya. Raden Bagus Ario Atmojo namanya. Saya ajar
bermain asmara. O, beginilah pokal anak muda. Baru kini jagad direguknya”.
(Hal. 40)
Melalui novel prosa lirik ini, Linus
berhasil menggambarkan seperti apa kehidupan yang terjadi di lingkungan priyayi
Jawa. Bagaimana polah seorang babu yang harus mengabdi, dan bagaimana keputusan
seorang priyayi bak Tuhan yang harus dilaksanakan. Memang novel ini tidak menceritakan
kisah asmara yang tragis antara wong
cilik dan priyayi. Kehamilan Pariyem sebagai buah percintaannya dengan Den
Bagus, diterima oleh kedua belah pihak keluarga. Anaknya pun tetap dianggap
sebagai cucu majikannya, hanya saja Pariyem tidak dinikahkan.
Tidak ada perseteruan yang
menegangkan dalam novel ini, sebab Pariyem menerima dengan lapang dada segala
apa yang dialaminya. Untuk ukuran novel menurut saya tidak lengkap jika tidak
disertai konflik yang menjadi klimaksnya. Meskipun demikian, Pengakuan Pariyem
(Dunia Batin Wanita Jawa) ini tetap enak dan menarik untuk dibaca. Kata-kata
yang diungkapkan Pariyem sangat humoris berkat keluguannya.
Akan tetapi, buku ini juga dapat
menyebabkan kecelakaan dalam berfikir terutama bagi orang yang belum mengenal
budaya Jawa yang sesungguhnya. Nrimo ing
pandum yang digambarkan dalam novel ini terlalu berlebihan. Orang Jawa
memang memiliki sifat nrimo ing pandum
sebagai ciri khasnya, yaitu representasi rasa bersyukur atas apa pun yang telah
diberikan oleh Tuhan. Hal ini bukan termasuk penerimaan atas eksploitasi tubuh.
Dilihat dari bahasa yang digunakan
serta alur cerita yang bisa dikatakan saru,
novel ini hanya cocok dibaca orang-orang dewasa. Semoga resensi ini bermanfaat
bagi pembaca yang budiman dan menambah ketertarikan untuk membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar